Sabtu, 07 Maret 2009

STORY : Cinta dan Kebahagiaan

Mentari mulai terbenam, senja pun mulai naik. Tapi aku masih saja terdiam di tempat ini. Duduk di atas gundukan tanah yang mulai mengering ini. Kulihat purnama mulai memperlihatkan keindahannya.
“ Ningsih…,” nama itulah yang selalu kuingat dan kusimpan di dalam hatiku yang selalu hidup. Karena dialah aku seperti ini sekarang. Karena dialah aku memilih jalan ini. Dan karena perasaan rinduku kepadanya, saat ini aku lari dari tempat terkutuk itu.
Purnama mulai tinggi, pelan tapi pasti aku meninggalkan tempat ini. Aku harus menemui Ningsih. Rasa rindu ini sudah tak tertahankan. Aku tahu dimana dia berada saat ini.

***********************

Seperti biasa, dia ada di beranda rumah saat ini. Menikmati indahnya purnama dan bintang – bintang. Aku pernah berselisih dengannya, tentang mana yang lebih indah antara purnama dan bintang – bintang. Aku lebih memilih purnama, sedangkan dia lebih memilih bintang.
” Bintang memiliki cahayanya sendiri, sedangkan purnama hanyalah memantulkan cahaya matahari,” katanya ketika itu.
” Tapi alangkah bijaksananya purnama. Meskipun tidak memancarkan cahaya sendiri, ia mau membagikan cahaya matahari yang didapatnya kepada bumi. Maka ialah pelita di malam hari,” bantahku.
Ah, itu semua adalah masa lalu. Masa – masa indahku bersama Ningsih, perempuan yang kucintai. Perempuan yang kucintai dan takkan pernah kumiliki, karena kutahu ada laki – laki lain di hatinya yang dia cintai. Tapi aku tak pernah menyesal mencintainya. Bagiku, cinta bukanlah tentang apa yang kita miliki, tetapi tentang apa yang kita lakukan.
Ya, demi seseorang yang kucintai aku rela melakukan apa saja. Apa saja untuk membuatnya bahagia. Meskipun itu harus mengorbankan kebahagiaanku, mengorbankan hidupku. Mungkin aku adalah seorang yang bodoh, tetapi Ningsih telah membuatku yakin bahwa aku bukan orang bodoh. Mencintainya bukanlah suatu kebodohan, tetapi suatu anugerah karena tidak pernah kutemukan perempuan seperti Ningsih.
Aku tahu Ningsih mencintai orang lain. Aku senang dia percaya padaku. Meskipun tahu aku mencintainya, tetapi dia mau bercerita kepadaku. Dia mencintai seorang laki – laki, dan laki – laki itu pun mencintainya. Krisna nama laki – laki itu. Tetapi sayang hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua Ningsih. Berbagai cara telah dicoba untuk meyakinkan orang tuanya. Tetapi rupanya mereka bersikeras, Ningsih tidak boleh berhubungan dengan Krisna.
Akhirnya Ningsih mengalah, dia mau mengikuti orang tuanya. Tetapi dia meminta waktu untuk menyelesaikan semua hal itu dengan Krisna. Begitu pun dengan Krisna, dia cukup tahu diri. Tidak akan dia memaksakan, bila memang hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua Ningsih.
Tetapi rupanya tidak mudah menyelesaikan semua permasalahan ini. Aku tahu begitu dalam rasa cinta Ningsih pada Krisna, begitu pula perasaan Krisna pada Ningsih. Terkadang aku merasa sedih melihat mereka, terutama kepada Ningsih. Pernah dia menangis di depanku karena begitu keras orang tuanya sampai – sampai mereka begitu membenci Krisna.
Ah, itu semua adalah masa lalu. Masa – masa duka bagi Ningsih. Tetapi aku bahagia sekarang, karena telah datang masa – masa bahagia baginya. Kebahagiaannya adalah kebahagiaanku juga.
” Ada di sini kau ternyata,” Krisna datang menghampiri Ningsih,” Apa yang sedang kau lakukan, Bintangku?”
” Malam ini purnama, dan aku tahu Putra sangat mengagumi keindahan purnama,” kata Ningsih,”Entah mengapa aku merasa bahwa dia akan datang malam ini.”
” Mengapa berkata seperti itu? Kau tahu itu takkan mungkin, dia...”
” Aku tahu!” potong Ningsih,” Aku hanya tidak tahu apakah aku harus merasa sedih atau bahagia saat ini,”
” Putra orang yang baik. Aku pun merasa kasihan padanya,” kata Krisna
” Jangan kasihan padanya, Putra tidak suka dikasihani. Dia yakin bahwa apa yang terjadi padanya adalah jalan yang harus dia tempuh.”
Aku tersenyum mendengar kata – kata Ningsih.
” Hai, ruh yang sesat!” kudengar suara di belakangku. Aku pun menoleh. Sial! Kulihat dua malaikat iblis datang menghampiriku. Rupanya mereka berhasil melacakku sampai di sini.
” Di sini rupanya kau. Kami berhasil melacakmu sampai ke kuburmu, dan rupanya kau berada disini,” kata salah satu dari malaikat iblis itu.
” Ya, aku ada di sini. Sekedar berjalan – jalan saja,” kataku sambil tersenyum sinis.
” Jangan membual! Kami tahu kau melarikan diri dari pekerjaanmu di tempat tuan kami.”
” Ha...ha...,aku memang melarikan diri sebentar dari tempat terkutuk itu.”
”Sekarang kau harus kembali bersama kami. Sudah cukup kau menyusahkan kami.”
Aku hanya terdiam. Kulihat lagi ke arah Ningsih dan Krisna. Ya, aku memang sudah mati. Tapi aku mati dengan bahagia, karena setelah kematianku, orang tua Ningsih akhirnya merestui hubungan mereka.
” Bila kau dengar kabar kematianku, tolong sampaikan pada ahli warisku, janganlah menyesali kematianku dan jangan menyalahkan siapa – siapa tentang kematianku. Bila aku mati karena sakit, jangan salahkan dokter yang merawatku. Bila aku mati karena kecelakaan, jangan salahkan orang yang mencelakakanku. Bila aku mati karena perang, jangan salahkan orang yang memerangiku. Bila aku mati terbunuh, jangan salahkan orang yang membunuhku. Aku mati karena itu adalah akhir dari jalan hidupku,” begitu aku pernah berpesan pada Ningsih. Aku memang selalu berpikir bahwa aku akan mati muda, dan aku tidak menyesal.
” Putra pernah berpesan padaku, untuk disampaikan pada ahli warisnya, bahwa jangan ada yang menyesali kematiannya. Aku pun merasa sebagai ahli warisnya dan aku tak kan menyesal,” kata Ningsih.
” Putra selalu berharap atas kebahagiaanku, begitu katanya. Dan aku bahagia, karena akhirnya orang tuaku merestui hubungan kita,” kata Ningsih,”Aku akan selalu mengingatnya, dan kuharap di kehidupan yang kekal kelak aku bisa bertemu lagi dengannya,”
Aku menunduk mendengar kata – kata Ningsih. Sayang sekali, Ningsih. Mungkin apa yang kau harapkan itu tak kan terjadi. Kau bahagia di dunia, dan aku yakin kau akan bahagia pula di kehidupan yang kekal kelak. Aku yakin kau akan berada di tempat yang layak. Entah di surga atau di neraka, tetapi itu adalah milik Tuhan. Tetapi aku hanya akan berada di neraka milik iblis, menjadi budak iblis.
” Apa yang kau harap dengan datang ke tempat ini. Menemui perempuan yang kau cintai, tetapi tidak mencintaimu. Kau ini benar – benar bodoh. Baik hidup maupun mati, kau tetap saja bodoh,” cela malaikat iblis.
” Mencintai Ningsih bukanlah suatu kebodohan. Apa pun yang telah kulakukan tidak akan kusesali. Satu – satunya kebodohanku adalah percaya pada tuanmu, iblis yang terkutuk,” balasku.
” Kau sendiri yang meminta untuk menukar jiwa dan nyawamu dengan keikhlasan orang tua Ningsih dan kebahagiaan Ningsih. Mengapa kau sekarang mencerca tuan kami?”
” Aku memang bodoh, tapi aku tidak tolol. Kau pikir aku tidak tahu, iblis tidak punya kemampuan untuk membuat seseorang bahagia, iblis hanya bisa menyesatkan seseorang. Aku tahu dan yakin kebahagiaan Ningsih adalah pemberian dari Tuhan, Dia Yang Maha Pemberi.”
” Ha...ha... tapi itu semua sudah terlanjur. Jiwamu milik tuan kami sekarang, kau harus tinggal bersama kami di neraka iblis dan menjadi budak tuan kami. Ha...ha...”
Ya, malaikat iblis itu benar. Semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Aku sudah tidak bisa merubah semua itu. Sekarang aku harus kembali ke neraka iblis dan kembali menjadi budak iblis. Tetapi aku tetap bahagia. Karena aku tahu,perempuan yang kucintai akan hidup bahagia. Selamat tinggal, Ningsih. Nikmatilah kebahagiaanmu...

Tidak ada komentar: