Senin, 16 Maret 2009

NEWS : PEMILU LEGISLATIF 2009 DI JATENG Diprediksi Dimenangkan Partai Nasionalis

Kehadiran partai nasionalis baru, seperti Gerindra dan Hanura, perlu diwaspadai oleh partai-partai lama karena berpotensi meraih suara cukup signifikan. Kedua partai ini dinilai memiliki basis massa dan modal yang kuat untuk kampanye sehingga diprediksi akan mampu menjaring suara yang signifikan. Demikian Dosen Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Joko J Prihatmoko MSi menyampaikan ketika dihubungi Selasa (17/3) di Semarang.
“Perpecahan PKB berpotensi meningkatkan suara partai-partai nasionalis, termasuk partai-partai baru. Suara sempalan dari PKB itu perlu dibidik untuk mendongkrak perolehan suara, apalagi Jateng adalah daerah dengan basis massa mayoritas nasionalis. Terbukti Pemilu 2004, di Jateng dimenangkan oleh PDIP dan Partai Golkar yang meraih 30% suara, berbeda dengan Jatim yang dimenangkan oleh PPP dan PKB,” kata Joko.
Menurut penelitian dan analisis itu, Joko mengatakan, Pemilu Legislatif 2009 di Jateng akan dimenangkan kembali oleh partai bercorak nasionalis. Kemenangan partai bercorak nasionalis, dikarenakan masyarakat Jateng lebih nasionalis dibandingkan Jatim yang lebih religius. Selain itu partai-partai religius di Jateng, seperti PPP dan PKNU, dinilai kurang fight berkampanye. Kampanye di Jateng lebih banyak didominasi oleh partai nasionalis.
Partai nasionalis memang dinilai lebih fight dalam berkampanye. Namun menurut pandangan Joko, akibat penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, kampanye antara parpol dengan caleg sering tidak bersinergi. Kampanye antara caleg dan partai seringkali bertolak belakang. Hal ini terjadi karena caleg berkampanye sendiri tanpa koordinasi dengan partai, berbeda dengan pemilu sebelumnya dimana kampanye dilakukan oleh partai bukan secara perorangan oleh caleg.
Dampak dari persaingan antar caleg ini, menurut Joko, mendorong terjadinya kampanye negatif bahkan antara caleg yang satu partai. Caleg dalam satu partai berlomba-lomba untuk meraih suara, karena caleg yang terpilih nantinya adalah caleg yang memiliki suara terbanyak. Oleh karena itu, meski partai sudah memiliki platform, visi dan misi, para caleg dalam berkampanye seringkali keluar dari platform partai untuk meraih simpati masyarakat di daerah tertentu.
Joko J Prihatmoko yang juga ketua Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Unwahas, menambahkan, fenomena yang menarik akibat dari persaingan antar caleg, adanya irrasionalisasi politik. Hal ini ditunjukkan dengan maraknya praktek perdukunan oleh para caleg. Bahkan praktek ini tidak jarang melibatkan ulama, tetapi ulama tidak ditempatkan sebagai sosok sepuh untuk mohon doa restu, namun caleg berharap berkah dari ulama tersebut. Dalam hal ini, Joko menilai, ulama ditempatkan sebagai dukun.
“Seharusnya kalau para caleg itu rasional, para caleg itu minta dukungan dari ulama agar pengikut-pengikutnya ikut mendukung. Biasanya ulama kan juga punya massa yang cukup banyak,” kata Joko.
Selain kampanye negatif dan irrasionalisasi politik oleh para caleg, menurut Joko, politik uang masih akan terjadi terutama di wilayah pantai utara (pantura) bagian timur. Hal ini karena masyarakat di wilayah itu cenderung pragmatis transaksional. “Masyarakat wilayah tersebut cenderung mementingkan keuntungan jangka pendek. Politik uang akan sering terjadi. Bukan dari politikus, tetapi masyarakatnya sendiri,”kata Joko.Berbeda dengan wilayah pantura bagian timur, wilayah pantura bagian barat dan wilyah selatan dinilai Joko lebih ideologis dan umumnya sudah terikat secara emosional dengan salah satu partai, baik nasionalis maupun religius.

Tidak ada komentar: