Minggu, 24 Mei 2009

NEWS : MELIHAT KEKUATAN PARA CAPRES SBY Paling Kuat, JK Tidak Siap

Di antara ketiga pasang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono merupakan pasangan yang memiliki modal sosial paling tinggi, sedangkan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto merupakan pasangan yang paling tidak siap modal sosialnya. Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Undip Semarang Drs Susilo Utomo SU mengatakan hal tersebut ketika ditemui di Semarang, Sabtu (23/5)
SBY-Boediono, menurut Susilo, memiliki modal sosial yang cukup tinggi dibanding pasangan lain, yaitu figur SBY sebagai incumbent. Keberhasilan dan program-program SBY ketika menjabat presiden seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan pemberantasan korupsi merupakan salah satu keunggulan SBY dibanding pasangan lain.
Tetapi, menurut Susilo, bukan berarti pasangan lain tidak memiliki modal yang cukup dan tidak mungkin untuk mengalahkan pasangan SBY-Boediono. Pasangan lain seperti Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto pun tetap berpeluang mengalahkan SBY-Boediono pada Pemilihan Presiden (Pilpres 2009).
Modal sosial pasangan Megawati-Prabowo misalnya, terutama terletak pada figur Megawati sebagai dinasti Soekarno dan platform yang diusung partai Gerindra. Selain itu sikap Megawati yang konsisten maju sebagai capres meski didekati Partai Demokrat merupakan keunggulan pasangan Megawati-Prabowo.
Sedangkan pasangan JK-Wiranto , menurut Susilo, terletak pada leadership JK dan institusi Partai Golkar sebagai partai modern.”Golkar merupakan satu-satunya partai modern di Indonesia karena tidak terpaku pada sosok dan figur ketua umum. Hal tersebut nampak bahwa JK sebagai ketua umum tidak bisa seenaknya menentukan kebijakan partai,” kata Susilo.
Yang terpenting, menurut Susilo, ketiga pasangan tersebut harus mampu membangun pencitraan politik yang baik. Hal ini dikarenakan perilaku memilih masyarakat masih cenderung memperhatikan figur daripada platform atau visi dan misi.
”Ketiga pasang tersebut harus mampu membangun citra politik sebagai pemimpin yang dibutuhkan rakyat,” tambah Susilo.
Ketika ditanya tentang musibah jatuhnya pesawat Hercules C-130 Alpha 1325 di Magetan yang menjadi komoditas politik untuk menyerang incumbent, khususnya SBY, Susilo mengatakan seharusnya SBY dan JK tidak saling menyalahkan, karena keduanya masih menjabat sebagai presiden dan wakil presiden. Apabila musibah tersebut akibat kurangnya anggaran bagi TNI, keduanya harus bertanggung jawab karena musibah tersebut terjadi ketika keduanya memimpin.
Susilo berpendapat, bila memang ingin memanfaatkan musibah tersebut untuk membangun citra dan meraih simpati masyarakat, keduanya bisa memberi perhatian kepada para korban.
“Daripada saling menyalahkan, memberi perhatian seperti santunan kepada korban akan lebih meraih simpati masyarakat,” kata Susilo.
Sedangkan tentang koalisi partai-partai yang terbentuk menjelang Pilpres 2009, Susilo mengatakan koalisi yang terbentuk menunjukkan partai-partai di Indonesia tidak memiliki ideologi yang jelas. Ideologi hanya sebatas jargon yang digunakan sebagai komoditas politik dan berkampanye saja. Hal tersebut nampak dari koalisi yang terbentuk, seperti koalisi JK-Wiranto yang diusung Partai Golkar dan Partai Hanura serta pasangan Megawati-Prabowo yang diusung PDIP dan Partai Gerindra. Partai Hanura merupakan partai sempalan dari Golkar, begitu pula dengan kader-kader Gerindra merupakan sempalan dari PDIP. Susilo berpendapat, untuk apa dulu menyempal bila kemudian koalisi dengan Golkar atau PDIP.
”Hal ini menunjukkan sempalan-sempalan tersebut hanya karena masrtabat dan harga diri. Akibatnya visi, misi dan platform partai menjadi tidak sesuai dengan ideologi partai,” tutup Susilo.

Tidak ada komentar: