Selasa, 25 Agustus 2009

NEWS : TARI PENDHET DIKLAIM MALAYSIA Turnomo Raharjo: Hanya Soal Jual Parwisata


Pakar Komunikasi Budaya Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dr Turnomo Raharjo mengatakan bangsa Indonesia jangan hanya merasa terusik dan marah bila kebudayaan Indonesia diklaim negara lain, seperti kasus Tari Pendhet yang ditampilkan dalam iklan pariwisata Malaysia. Menurutnya, bangsa Indonesia juga harus introspeksi terhadap kebudayaan yang dimiliki serta merawat dan melestarikan kebudayaan Indonesia.
“Selama ini Indonesia lemah dalam inventarisasi kebudayaan dan potensi pariwisata. Dari segi hukum pun kita lemah karena kebudayaan kita banyak yang belum dipatenkan,” kata Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Undip yang akrab disapa Harjo ketika ditemui di Semarang, Selasa (25/8).
Kelemahan Indonesia tersebut, menurut Harjo, menyebabkan Malaysia leluasa untuk mengklaim kebudayaan Indonesia dengan dalih Indonesia-Malaysia merupakan bangsa serumpun sehingga memiliki kebudayaan yang sama. Hal tersebut dimanfaatkan Malaysia untuk mempromosikan pariwisatanya.
“Saya memandang hal tersebut hanya sebagai persoalan jualan pariwisata Malaysia. Hal tersebut karena Malaysia tidak memiliki kebudayaan yang beragam seperti Indonesia, sehingga dalam iklan pariwisatanya Malaysia mengambil kebudayaan Indonesia. Dari segi etika komunikasi tentu hal tersebut layak dipertanyakan, ” tutur Harjo.
Harjo juga menilai Indonesia masih lemah dalam menjual potensi pariwisata dan kebudayaannya. Hal tersebut nampak dalam rancangan pariwisata yang masih kurang menjual eksotisme Indonesia. Harjo mencontohkan kawasan wisata Dieng yang memiliki eksotisme yang tinggi namun tidak dikemas dan dijual secara bagus sehingga kawasan wisata tersebut kurang dikenal wisatawan.
“Manajemen pariwisata Indonesia memang masih kurang profesional, berbeda dengan Malaysia yang lebih profesional, lebih tertata dan lebih bagus,” tambah Harjo.
Tentang saling klaim antara Indonesia-Malaysia mengenai kebudayaan, Harjo mengusulkan adanya dialog kebudayaan untuk membicarakan klaim kebudayaan antara dua negara. Namun untuk menghadapi Malaysia dalam dialog tersebut, Indonesia harus menyiapkan dokumentasi dan dasar hukum yang kuat agar bisa mengklaim kebudayaan Indonesia. Harjo melihat persoalan saling klaim tersebut tidak lepas dari sejarah konflik Indonesia-Malaysia yang dimulai Presiden Sukarno pada tahun 1960-an. Konflik tersebut telah menjadi konflik laten antara dua negara dan terus berkembang serta fluktuatif.

Tidak ada komentar: