Selasa, 08 September 2009

NEWS: PERGESERAN NILAI MUDIK LEBARAN Jadi Ajang Pamer Keberhasilan


Pakar sosiologi komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dr Hedi Pudjo Santosa menilai, saat ini telah terjadi pergeseran nilai terhadap tren mudik lebaran di masyarakat. Tradisi mudik lebaran tidak lagi sekedar ajang silaturahmi, tetapi juga menjadi ajang pamer keberhasilan kepada keluarga dan kerabat.
Hedi menyampaikan hal tersebut di Semarang, Selasa (8/9).
“Pada masyarakat pedesaan, pamer keberhasilan banyak ditunjukkan dengan banyaknya materi yang dimiliki, seperti mudik dengan membawa kendaraan sendiri dan menyumbang kepada keluarga atau masjid di kampung halaman,” kata Dosen FISIP Undip ini.
Sementara itu, tambah Hedi, untuk menjalin silaturahmi masyarakat perkotaan memiliki tren baru mengadakan reuni dengan teman-teman sekolah atau kuliahnya dulu. Reuni tersebut juga menjadi ajang pamer keberhasilan dengan menunjukkan jabatan atau pangkat yang diduduki.
“Semua hal itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menaikkan gengsi seseorang, jadi tidak hanya sebagai ritual silaturahmi dan keagamaan saja,” katanya.
Menurut Hedi, gegap gempitanya tradisi mudik di Indonesia tidak lepas dari keinginan untuk bersilaturahmi secara langsung daripada menggunakan media kartu lebaran, telepon atau pesan singkat (short message service/SMS). Silaturahmi dengan media-media tersebut dinilai memiliki impresi yang kurang dibanding bertemu langsung.
“Karena itu banyak orang yang rela berkorban untuk mudik, seperti meluangkan tenaganya untuk mudik dengan sepeda motor. Namun dibalik itu, biasanya selalu ada cerita menarik tentang perjalanan para pemudik, seperti pengalaman buka puasa atau mendapat pemandangan yang bagus di daerah tertentu,” kata lulusan program Doktor Sosiologi UGM ini.
Hedi juga melihat, libur Idul Fitri dan mudik Lebaran di Indonesia tidak hanya didominasi oleh penganut agama Islam. Hal itu memungkinkan karena dalam sebuah keluarga besar seringkali menganut agama yang berbeda satu sama lain, sehingga penganut agama non-Islam pun banyak juga yang melakukan mudik Lebaran untuk bersilaturahmi dan berkumpul dengan keluarga.
“Hal yang sama juga saya lihat terjadi pada pengusaha dari etnis Tionghoa yang biasanya memiliki banyak toko. Karena pegawainya mudik, mereka tidak bisa menjalankan usahanya seperti biasa sehingga memilih untuk libur. Kesempatan tersebut biasanya mereka gunakan untuk libur bersama keluarga ke luar kota atau luar negeri,” demikian Hedi Pudjo Santosa.

Tidak ada komentar: