Sabtu, 08 Agustus 2009

NEWS : MERIAHKAN HARI JADI JATENG Pementasan Matra Babad Demak Bintara




Sutawijaya manantang Arya Penangsang (dok. Dewanto Samodro)





Sedikit ragu, Sutawijaya muda menantang Arya Penangsang. Dengan usus terburai karena luka tusukan tombak, Arya Penangsang meladeni tantangan Sutawijaya. Rupanya Sutawijaya memang bukan tandingan Arya Penangsang, sehingga dia terdesak. Arya Penangsang pun bermaksud membunuh Sutawijaya, namun sayang ketika mencabut keris pusaka Kyai Brongot Setan Kober,ususnya putus. Arya Penangsang pun tewas karena pusakanya sendiri.
Itulah klimaks dari pertunjukan Drama Tradisi (Matra) Babad Demak Bintara yang ditampilkan Sekar Budaya Nusantara (SBN) dalam rangka memeriahkan Hari Jadi Propinsi Jawa Tengah di halaman Kantor Gubernur Jateng Jalan Pahlawan Semarang, Jumat (7/8) malam lalu.
Menurut pimpinan SBN Nani Soedarsono, Matra merupakan pengembangan dan inovasi dari ketoprak. Yang membedakan Matra dengan ketroprak antara lain alat musik, kostum dan bahasa yang digunakan.
“Matra tidak menggunakan kentongan seperti ketoprak, namun gamelan layaknya pertunjukkan wayang orang. Bahasa yang digunakan pun bahasa Indonesia agar bisa diterima segala lapisan masyarakat,” kata Nani kepada wartawan dalam jumpa pers di Hotel Santika Premiere Jalan Pandanaran, Kamis (6/8) malam.
Matra Babad Demak Bintara sendiri mengambil latar belakang sejarah tentang berdirinya kerajaan Demak, kejayaan Demak dan peralihan Demak ke Pajang. Untuk lebih menguatkan unsur sejarah, penulisan naskah direvisi hingga empat kali dan melibatkan sejarahwan dari UI Jakarta, Universitas Surabaya dan UGM Yogyakarta.
Menurut Sutradara Matra Babad Demak Bintara Pong Hardjatmo, pementasan tersebut melibatkan 92 pemain termasuk mahasiswa dan dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI dan ISI Surakarta. Seluruh pemain baru berkumpul pada gladi kotor, setelah sebelumnya berlatih di daerah masing-masing.
“Agak sulit menyatukan pemain yang sebelumnya berlatih secara terpisah, namun hal tersebut bisa diatasi,” kata Pong.
Pelaku budaya Jawa Setyadji Pantjawidjaja yang turut menyaksikan pementasan mengaku sangat apresiatif dengan adanya terobosan baru pertunjukkan ketroprak. “Biasanya saya antipati bila kesenian Jawa menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi setelah menyaksikan sendiri pementasan dari SBN, saya sangat terkesan,” kata Setyadji.
Secara khusus, Setyadji menyampaikan apresiasinya terhadap Nani Soedarsono, Menurutnya, sebagai mantan Menteri Sosial yang saat ini sudah berusia 81 tahun, Nani masih sangat perhatian terhadap budaya nasional. Bahkan karena keluwesannya, Nani masih sigap menjalin kerjasama dengan Gubernur Jateng sejak 2004 untuk menampilkan kesenian dan budaya tradisi pada Hari Jadi Propinsi Jateng setiap tahun. Bahkan, Setyadji mensejajarkan Nani Soedarsono dengan Ki Nartosabdho di zaman modern.
“Ki Nartosabdho banyak melakukan terobosan-terobosan dalam kebudayaan Jawa. Hal itu tercermin pada Tri Karsa Kebudayaan, yaitu menggali, mengembangkan dan melestarikan,” kata Setyadji.

Berikut ini petikan adegan yang berhasil didokumentasikan:



Arya Penangsang menyampaikan ketidakpuasannya terhadap pengangkatan Hadiwijaya sebagai raja Demak menggantikan Sultan Trenggono kepada Sunan Kudus. (dok. Dewanto Samodro)









Sunan Kudus memberi nasehat kepada Arya Penangsang. (dok. Dewanto Samodro)









Pembunuhan Sunan Prawoto, putra Sultan Trenggono, yang menyebabkan huru-hara di Demak. (dok. Dewanto Samodro)







Sultan Hadiwijaya menghadap Ratu Kalinyamat yang sedang bertapa tanpa busana untuk menerima permintaan pembalasan dendam dengan membunuh Arya Penangsang. (dok. Dewanto Samodro)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

20th Teater Jubah Macan mempersembakan
Pagelaran kolosal "Opera Sutawijaya"
Skenario : B.W Purbanegara
Sutradara : Bagus Suitrawan

pukul 19.00- selesai
9 dan 10 April 2010. Konsert Hall TBY Yogyakarta.