Jumat, 14 Agustus 2009

NEWS : Prof Eko: Kesenian Masih Terpinggirkan

Pemerintah Propinsi (Pemprop) Jawa Tengah dinilai masih setengah hati dalam mengembangkan kesenian di Jateng. Hal tersebut terbukti masih ada kesan kesenian dipinggirkan dibanding bidang yang lain, seperti olahraga.

Budayawan dan akademisi Prof Ir Eko Budihardjo MSc menyampaikan hal tersebut ketika dihubungi di Semarang, Kamis (13/8). “Dibanding olahraga yang sering mendapat kucuran dana hingga miliaran rupiah, kesenian hanya mendapat dana sekitar Rp 250 juta setahun. Padahal kesenian memiliki berbagai macam jenis yang semuanya harus dilestarikan,” kata Eko.

Di tengah minimnya anggaran untuk neguri-uri kesenian, Prof Eko yang mantan Ketua Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT) dan mantan Rektor Undip, menyatakan masih bersyukur dengan tetap eksisnya kantong-kantong kesenian yang masih peduli dengan kesenian, seperti pameran The Java Heritage di Hotel Ciputra Semarang beberapa waktu yang lalu. Para seniman pun dinilai tidak pernah berhenti melestarikan dan mengembangkan kebudayaan.

“Meskipun terpinggirkan, para seniman tidak pernah berhenti berjuang. Ibarat foto atau lukisan, pinggirannya itu pigura. Kalau piguranya bagus, foto atau lukisan tersebut juga menjadi bagus,” kata

Tentang pelayanan publik, Eko mengatakan Pemprop Jateng bisa belajar dan berkaca dari propinsi lain. Eko mencontohkan yang terjadi di Kalimantan Timur, pengurusan perizinan hanya berlangsung 36 menit. Hal tersebut masuk ke dalam Museum Rekor Indonesia (Muri), dan waktu dihitung sendiri oleh penggagas Muri Jaya Suprana.

Eko juga mengusulkan adanya forum yang melibatkan para kepala daerah untuk menyampaikan keberhasilan dan kegagalannya serta berbagi pengalaman antar kepala daerah. Bahkan bila perlu forum tersebut diadakan hingga tingkat kepala desa dan kelurahan karena kades dan lurah merupakan ujung tombak pembangunan, sesuai dengan semangat Bali Desa Mbangun Desa.

Eko melihat masih ada ketimpangan pembangunan dan kesenjangan antara desa-kota dan antara wilayah utara-selatan. Eko sangat apresiatif dengan pembangunan jalur selatan, karena hal tersebut akan mengurangi kesenjangan.

“Kejasama antar wilayah juga perlu ditingkatkan, terutama yang melibatkan berbagai daerah seperti wilayah Semarang-Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Purwadadi), Subosukowonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Klaten) dan wilayah lain,” kata Eko.

Kerjasama antar wilayah tersebut tidak bisa dihindari karena daerah satu tidak bisa lepas dari daerah lain. Eko mancontohkan, penanganan banjir di Kota Semarang perlu melibatkan daerah lain seperti Kabupaten Semarang. Agar kerjasama tersebut bisa terlaksana dengan baik, menurut Eko perlu adanya pemberian insentif dari Kota Semarang untuk Kabupaten Semarang agar Pemkab Semarang bersedia mempertahankan hutan dan jalur hijaunya.

“Seperti halnya Indonesia yang diminta mempertahankan hutan tropisnya agar pemanasan global dapat dicegah, Indonesia mendapatkan insentif dari negara-negara industri untuk melestarikan hutan,” kata Eko.

Tentang isu terorisme yang seringkali pelakunya ditangkap di wilayah Jateng, Eko berharap para kepala daerah mulai dari bupati/walikota hingga gubernur bisa mengayomi masyarakat dengan rumus PPH, yaitu Peace (damai), Prosperity (sejahtera) dan Happiness (bahagia).

“Kepala daerah harus mampu menjamin kedamaian, kesejahteraan dam kebahagiaan masyarakatnya. Kalau itu semua tercapai, masyarakat tidak akan terlibat terorisme dan Jateng menjadi aman,” demikian Eko Budihardjo.

Tidak ada komentar: