Selasa, 12 April 2016

PASAR IKAN LUAR BATANG RIWAYATMU KINI Oleh Dewanto Samodro

Jakarta, 12/4 (Antara) - Ratusan rumah di area Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, telah rata dengan tanah setelah beberapa ekskavator membongkar kawasan padat penduduk itu pada Senin (11/4).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memutuskan merevitalisasi area Pasar Ikan menjadi salah satu dari empat bagian Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa. Tiga kawasan lainnya adalah Kampung Akuarium, kawasan Museum Bahari dan Kampung Luar Batang.

Menurut laman resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pasar Ikan Luar Batang sudah ada sejak 1631. Kawasan yang dulu disebut Vischmarkt itu dibangun di atas panggung dengan atap di sebelah timur Sungai Ciliwung.

Menyusul pelebaran taman di depan benteng, pasar tersebut dipindahkan ke sebelah barat Sungai Ciliwung pada 1636 dan dibangun sebuah dermaga.

Dua kanal yang berbatasan dengan pasar itu, yaitu Maleischegracht dan Kali Besar, saat itu dipenuhi dengan berbagai jenis perahu dan rakit yang membawa ikan segar dalam keranjang.

Sejak 1672, nelayan-nelayan yang berjualan di Pasar Ikan bukan lagi orang-orang Batavia, tetapi dari daerah-daerah di pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur dan Cirebon yang menyebut dirinya "orang-orang wetan".

Pedagang dari etnis China juga berdagang di Pasar Ikan dan memiliki tempat berjualan tersendiri. Biaya sewa untuk berjualan di Pasar Ikan saat itu ditetapkan VOC sebesar dua "rijkedaalders".

Aktivitas jual beli di Pasar Ikan dilakukan dua kali sehari yaitu dari pukul 10.00 hingga pukul 13.00 dan pukul 15.00 hingga pukul 17.00. Jeda waktu pukul 13.00 hingga 15.00 digunakan untuk membersihkan tempat berjualan ikan.

Meskipun aktivitas jual-beli baru dimulai pukul 10.00, biasanya pasar tersebut sudah sesak sejak pagi. Para pembeli di Pasar Ikan saat itu umumnya adalah para pemilik rumah, bukan pembantu, sehingga dari pagi hari sudah banyak kendaraan yang diparkir mulai dari kereta sewaan sampai kereta kuda besar dan mewah.

Ikan-ikan yang dijual di pasar itu adalah jenis yang menjadi favorit warga Batavia, seperti ikan barong, ikan kakap, ikan kerapu, ikan kurau, dan segala siput laut. Ikan-ikan yang tidak terjual, biasanya akan dibawa ke pasar malam atau Pasar Borong yang terletak di seberang sungai.

Aktivitas perdagangan di Pasar Ikan itu kemudian ikut mengembangkan permukiman di Kampung Luar Batang. Kehidupan nelayan di daerah tersebut sebenarnya penuh dengan penderitaan karena hasil tangkapan mereka dijual oleh seorang tuan tanah sehingga pendapatan mereka sangat minim.

Wabah penyakit juga sering terjadi karena syarat kesehatan yang kurang terpenuhi sehingga angka kematian nelayan cukup tinggi.



Rata Tanah

Namun, kini kawasan tersebut sudah rata dengan tanah. Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi berharap warga Pasar Ikan bisa menerima kebijakan pemerintah terkait revitalisasi Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa.

"Kami berharap warga yang bermukim di lingkungan RT. 001, 002, 011 dan 012 di RW 04 Pasar Ikan menerima kebijakan pemerintah. Dengan begitu proses penataan kawasan bisa berjalan dengan tertib dan aman," kata Rustam.

Ia mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berupaya memberikan solusi terbaik bagi warga yang telah lama bermukim dan memiliki rumah di kawasan tersebut. Warga akan dipindahkan ke Rumah Susun Marunda, Rumah Susun Rawa Bebek dan rumah susun lain.

Menurut Rustam, telah ada 310 kepala keluarga yang sudah mendapatkan kunci untuk tinggal di beberapa rumah susun milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu.

Perinciannya, 106 kepala keluarga di Marunda, 188 kepala keluarga di Rawa Bebek, delapan kepala keluarga di Kapuk Muara, lima kepala keluarga di Cakung Barat dan tiga kelapa keluarga di Tipar Cakung.

Sementara itu, seniman yang juga pegiat hak asasi manusia (HAM) Ratna Sarumpaet menilai warga yang yang tinggal di sekitar Masjid Jami Keramat dan Pasar Ikan seharusnya tidak boleh direlokasi karena merupakan bagian dari cagar budaya.

"Museum Bahari, Pasar Ikan, dan Masjid Keramat adalah warisan budaya. Mau tidak mau masyarakat di sekitarnya tidak bisa lepas dari itu," kata Ratna.

Ratna menilai masyarakat memiliki peran penting dalam proses budaya di kawasan bersejarah, terutama di lingkungan masjid tempat banyak warga beribadah dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Menurut Ratna, dia bukan menentang upaya revitalisasi Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa. Namun, dia berpendapat revitalisasi tersebut harus dilakukan dengan memenuhi syarat relokasi yang dilakukan secara terbuka dengan pendekatan manusiawi.

"Seharusnya Pemerinta Provinsi DKI Jakarta berdialog lebih dulu dengan para budayawan dan Tim Sidang Pemugaran untuk membahas program revitalisasi yang benar tanpa menyengsarakan masyarakat yang tinggal di kawasan cagar budaya," tuturnya.

Ratna menganggap pemberian surat peringatan relokasi kepada warga tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu merupakan tindakan sewenang-wenang yang terkesan tergesa-gesa.

Sekretaris Masjid Keramat Luar Batang Mansur Amin mengatakan kampung tersebut merupakan bagian utuh dari Kota Tua Jakarta yang sedang diperjuangkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu warisan budaya dunia.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1070 Tahun 1990 tentang Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa, Luar Batang merupakan salah satu lokasi bersejarah dengan akar sosial budaya yang kental.

Mansur dan sebagian besar warga menduga rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merevitalisasi kawasan Luar Batang sebagai objek wisata lebih berkaitan dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta dan kepentingan pihak swasta mendirikan kompleks apartemen serta bangunan komersial di wilayah tersebut.

"Luar Batang adalah salah satu dari 12 destinasi wilayah pesisir Jakarta, maka pemerintah harus menjaga keberadaan dan kelestarian kampung, bukan malah menggusur warga demi kepentingan pengembang," katanya. ***4***

(Disiarkan LKBN Antara pada Selasa, 12 April 2016 pukul 10:06 WIB)

Tidak ada komentar: