Senin, 08 Juni 2009

NEWS : HATI-HATI SIKAPI HASIL SURVEI Media Jangan Mau Diperalat Tim Sukses

Masyarakat diharapkan hati-hati dan kritis terhadap hasil survei tentang tingkat elektabilitas calon yang berkompetisi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 yang mulai beredar di berbagai media massa. Masyarakat jangan terlalu percaya terhadap hasil survei karena sangat mungkin hasil survei tersebut dipublikasikan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Pakar Metodologi Penelitian Sosial Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Tandiyo Pradekso MSc mengatakan hal tersebut ketika ditemui, Selasa (10/6) di Semarang terkait dengan beredarnya hasil survei di media massa yang dilakukan beberapa lembaga riset. Beberapa hasil survei tersebut kemudian menimbulkan kontroversi karena dinilai tidak independen dan menguntungkan pasangan calon presiden (capres) tertentu.
Menurut Tandiyo, banyak faktor-faktor prosedural dan pengolahan data yang tidak dicantumkan ketika hasil survei dipublikasikan. Yang sering dicantumkan ketika hasil survei dipublikasikan hanyalah sampling error, sementara instrumen survei seperti daftar pertanyaan, lokasi pengambilan sampel dan siapa responden tidak pernah diungkap. Padahal menurut Tandiyo hal-hal tersebut seharusnya diungkapkan karena bisa saja instrumen-instrumen tersebut dimanipulasi.
“Lokasi pengambilan sampel, misalnya, bisa dimanipulasi dengan mengambil lokasi kantong-kantong pendukung calon tertentu sehingga hasil survei akan mengunggulkan calon tersebut,” kata Tandiyo.
Meskipun begitu, Tandiyo tidak menyalahkan bila survei yang dilakukan lembaga survei didanai tim sukses atau konsultan kampanye calon tertentu. Menurut Tandiyo, lembaga survei merupakan lembaga ekonomi yang memiliki motif ekonomi untuk mencari dana. Yang harus jeli adalah media massa yang mempublikasikan hasil survei tersebut.
Senada dengan Tandiyo, pengamat media Undip Triyono Lukmantoro MSi mengatakan survei yang dilakukan beberapa lembaga, meskipun tidak semuanya, perlu dipertanyakan kembali metodologinya. Triyono mengamati, beberapa survei dilakukan lembaga media massa dengan metode mengirim pesan pendek (short message service/sms) melalui ponsel atau polling dengan media internet untuk memperoleh pendapat masyarakat.
“Dengan cara seperti itu, siapa yang menjadi responden tidak jelas. Bahkan tidak menutup kemungkinan responden yang sama memberikan pendapatnya lebih dari satu kali sehingga hasil survei menjadi tidak valid,” kata Triyono.
Menurut Triyono, media harus hati-hati dalam mempublikasikan hasil survei. Menurutnya, survei memiliki metodologi yang kompleks, tidak hanya pada angka-angka saja. Sebelum mempublikasikan, seharusnya media mengklarifikasi kepada lembaga yang melakukan survei.
“Nampaknya media enggan menanyakan kepada lembaga survei sehingga yang dipublikasikan hanya angka-angka saja. Tidak bisa dipungkiri hasil survei, terutama tentang tingkat elektabilitas calon memiliki nilai berita yang tinggi,” kata Triyono.
Menurut Triyono, media jangan mau menjadi alat propaganda tim sukses atau konsultan kampanye capres. Setidaknya media harus mempertanyakan tentang independensi survei yang dilakukan, siapa yang melakukan survei, siapa yang mendanai dan untuk apa survei dilakukan.
Terkait tentang survei yang dipublikasikan melalui iklan di media, Triyono mengatakan adanya kewenangan yang terpisah antara bagian iklan dan redaksi di media. “Sah saja bila media mempublikasikan hasil survei sebagai iklan, namun yang terpenting bagian redaksi media jangan memberitakan hasil survei tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Berita harus memberi pembelajaran kepada masyarakat tentang survei yang dilakukan,” tutup Triyono.

Tidak ada komentar: