Jumat, 06 September 2013

KONSERVASI ALAM DAN SAKSI SEJARAH DI TAMBLING

Papan selamat datang Tambling Wildlife Nature Conservation. (Foto: Dewanto Samodro)
Tanjung Belimbing di Kabupaten Lampung Barat yang berada di sebelah selatan Pulau Sumatera menyimpan potensi alam liar dan saksi sejarah yang patut dilestarikan.

Kawasan konservasi alam yang menjadi bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan itu saat ini dikelola oleh Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) Artha Graha Peduli. Tak hanya flora dan fauna, di kawasan TWNC juga terdapat mercusuar tua yang menjadi saksi letusan Gunung Krakatau pada 1883.
TWNC bisa dijangkau melalui jalur darat, laut dan udara. Tentu saja, cara paling mudah untuk menjangkau kawasan itu adalah melalui jalur udara. TWNC memiliki landasan udara rumput yang hanya bisa didarati pesawat-pesawat berkapasitas belasan orang saja.

Pembina Artha Graha Peduli Tomy Winata mengatakan TWNC sangat terbuka untuk didatangi oleh siapa saja. Pengelola akan menerima siapa pun yang datang baik melalui jalur darat, laut dan udara.

"Siapa pun bisa datang ke Tambling. Namun, tentu saja akan lebih baik bila berkoordinasi dulu dengan kami. Setidaknya, kami bisa menyiapkan penyambutan dan penjagaan agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan," kata Tomy.

Pernyataan Tomy itu bukan tanpa alasan. Lokasi TWNC yang cukup terisolir karena dikelilingi hutan konservasi dan laut memang cukup membahayakan bila dilalui tanpa persiapan.

TWNC berada di lokasi seluas 45 ribu hektar. Berbagai jenis flora dan fauna hidup di hutan konservasi yang dijaga dari campur tangan dan intervensi manusia yang tak bertanggung jawab.

Yang menjadi ikon, TWNC merupakan salah satu kawasan konservasi untuk pelepasliaran harimau Sumatera yang saat ini terancam punah. Hingga tahun lalu sudah ada lima ekor harimau yang dilepasliarkan di kawasan tersebut.

Monitoring yang dilakukan menemukan setidaknya ada 24 ekor harimau Sumatera yang hidup di hutan. Hal itu membuat Tambling menjadi lokasi konservasi harimau terpadat di Sumatera, bahkan di Indonesia.

       
Rehabilitasi harimau
Selain menjadi lokasi pelepasliaran harimau Sumatera, di Tambling juga terdapat "Rescue Center" untuk merehabilitasi harimau yang mengalami trauma karena pernah berkonflik dengan manusia.

Terdapat delapan ekor harimau yang saat ini menjalani rehabilitasi di "Rescue Center". Kebanyakan dari mereka pernah berkonflik dengan manusia karena habitatnya dirusak. Ada juga yang pernah berkonflik dengan manusia karena anaknya diambil.


Salma misalnya. Harimau betina berusia delapan tahun itu pernah berkonflik dan membunuh 15 orang karena anaknya diambil. Padahal, pada dasarnya harimau berusaha menghindari manusia. Mereka hanya menyerang manusia apabila merasa dendam.

Hal itu dibenarkan Mas'ud Ashari, salah satu konservator di TWNC. Dia mengatakan meskipun di sekeliling hutan terdapat 24 ekor harimau, belum pernah ada pegawai TWNC yang diserang harimau.

"Padahal ada harimau jantan yang wilayah teritorial masuk dalam ring satu TWNC. Tapi selama ini tidak pernah ada harimau yang mengganggu," tuturnya.

Begitu pula saat tim melakukan survei atau monitoring di hutan, Mas'ud mengatakan tidak pernah ada yang diganggu harimau maupun binatang liar lainnya. Dia mengatakan bila bertemu dengan manusia, harimau biasanya cenderung menghindar.

"Yang paling penting, saat bertemu dan terpaksa berhadapan dengan harimau, jangan pernah membelakangi karena mereka biasanya menyerang tengkuk. Lebih menghindari mereka dengan berjalan mundur, jangan berbalik," katanya.

Mas'ud mengatakan harimau adalah binatang yang sangat teritorial. Mereka, terutama harimau jantan, biasanya akan berusaha mempertahankan wilayah teritorialnya. Karena itu, meskipun saat ini masih ada delapan ekor harimau yang menjalani rehabilitasi, "Rescue Center" belum terpikir untuk melepasliarkan lagi.

Sebab, tim masih harus berhitung mengenai kelangsungan hidup harimau yang dilepasliarkan. Bisa saja dilepasliarkan, tapi tidak ada jaminan mereka bisa memperoleh wilayah teritorial dan bertahan hidup.

"Wilayah yang padat itu 20 ribu hektar. Kami masih mencoba melakukan survei di 25 hektar yang lain. Kalau masih memungkinkan harimau-harimau itu bisa dilepasliarkan. Kalau tidak, nanti kita bicarakan dengan pemerintah apakah ada lokasi lain," kata Tomy Winata.

   
Mercusuar Belimbing
Selain harimau dan flora-fauna, Tambling juga menyimpan potensi sejarah dengan keberadaan Mercusuar Belimbing. Mercusuar yang dibangun Raja Belanda ZM Willem III pada 1878 itu menjadi salah satu pemandu navigasi bagi para pelaut yang melayari Samudera Hindia dan Selat Sunda.

Mercusuar itu juga menjadi salah satu saksi dahsyatnya letusan Gunung Krakatau pada 1883 yang efek tsunaminya mengubah lanskap pesisir barat Jawa, seperti Anyer dan Carita. Dilaporkan, tinggi tsunami di pesisir barat Jawa seperti di Merak mencapai lebih dari 25 meter, di Teluk Betung mencapai 15 meter, bahkan di beberapa tempat mencapai 35 meter.

Mercusuar itu juga menjadi saksi ledakan Krakatau yang telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

"Karena letusan Krakatau, mercusuar itu sekarang miring sekitar satu derajat. Karat-karat yang terlihat di sekeliling tembok mercusuar juga kemungkinan disebabkan dahsyatnya gelombang tsunami akibat letusan Krakatau," kata Anton Prabowo, salah satu staf TWNC.

Anton mengatakan meskipun berada di kawasan TWNC, mercusuar itu saat ini berada di bawah tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.

"Lampu aslinya sudah mati. Sekarang yang dinyalakan setiap malam adalah lampu pengganti. Sinar lampunya juga tidak bisa berputar karena air raksa di rotatornya bocor," jelasnya.

Dengan banyaknya potensi alam dan sejarah yang ada di Tambling, tentu lokasi itu sangat potensial untuk menjadi lokasi wisata. Namun, Tomy Winata mengatakan belum ada rencana untuk membuka TWNC menjadi lokasi wisata komersial, meskipun wacana dan persiapan menuju ke sana sudah ada.

"Saat ini seluruh biaya TWNC masih dibiayai sepenuhnya Artha Graha Network dan teman-teman pengusaha yang lain. Kami sudah berpikir, TWNC harus bisa membiayai dirinya sendiri sebagai tempat wisata. Tapi, yang penting jangan sampai kepentingan itu merusak dan mengganggu upaya konservasi alam," katanya.

(Dipublikasikan LKBN Antara pada 17 Agustus 2013 pukul 23.34.01)

Tidak ada komentar: