Senin, 17 Maret 2014

TUNADAKSA BERJALAN KAKI JEMBER-JAKARTA MENGEJAR INSPIRASI

Oleh Dewanto Samodro

          Sekilas tak ada yang berbeda dengan Haerul Saleh (27). Namun, orang akan tersadar bahwa dia seorang tunadaksa ketika dia menjabat tangan dengan tangan kiri.

         Haerul Saleh memang kehilangan pergelangan tangan kanan dan ibu jari tangan kirinya enam tahun lalu karena kecelakaan kerja yang dialaminya. Saat itu, dia bekerja sebagai operator mesin press batako di sebuah pabrik di Mojokerto, Jatim.

         "Waktu itu mesinnya macet sehingga ada batako yang terjepit. Kesalahan saya juga kenapa nekad mengambil batako itu sehingga tangan saya tergencet mesin yang memiliki tekanan dua kuintal itu," katanya berkisah saat ditemui di sebuah acara untuk menebarkan inspirasi bagi para penyandang disabilitas di Jakarta pada Selasa (11/2).

         Akibat kecelakaan itu, pergelangan tangan kanan Haerul remuk. Dia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya untuk dioperasi. Saat itu, dia harus menjalani operasi pemasangan beberapa pen.

         Namun, operasi pemasangan pen itu ternyata tidak terlalu berhasil sehingga dokter akhirnya memutuskan harus mengamputasi pergelangan tangan kanan dan ibu jari tangan kirinya. Dia pun menjalani operasi amputasi di sebuah rumah sakit di kampung halamannya di Jember, Jatim.

         "Saat itu saya sempat frustrasi karena kecelakaan itu. Sempat setahun saya hanya mengurung diri di kamar," kata anak tunggal dari pasangan Nurhayati dan Ahmad Soleh itu.

         Haerul menuturkan, dia yang sempat mengenyam pendidikan hingga kelas III di SMA 1 Rambipuji, Jember itu memang ingin bekerja sejak masih muda. Meskipun tidak lulus SMA, dia sebelumnya juga sempat bekerja sebagai operator mesin di sebuah pabrik di Kalimantan.

         "Saya baru kerja seminggu di pabrik batako di Mojokerto itu. Saya kerja di sana karena diajak teman," tuturnya.

         Karena itu, dia mengaku sangat terpukul saat harus menerima kenyataan sebagai penyandang tunadaksa. Saking frustrasinya, dia sempat beberapa kali berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

         "Sempat terpikir mau gantung diri. Tetapi karena tidak punya tangan lagi, saya tidak bisa pasang talinya. Akhirnya saya nekad minum racun serangga," katanya.

         Entah harus dikata masih beruntung atau naas, ternyata upayanya untuk mengakhiri hidup dengan meminum racun serangga itu akhirnya gagal. Dia kemudian mencoba lagi dengan meminum racun tikus.

         "Ternyata gagal juga. Cuma diinfus saja saya sudah sembuh," katanya kemudian tersenyum saat mengenang masa-masa frustrasinya.

   
Inspirasi dari televisi
    Pikirannya kemudian berubah ketika melihat sebuah tayangan televisi yang menampilkan profil Habibie Afysah (26). Habibie adalah seorang penderita "Muscular Dytrophy Tipe Becker" sejak lahir. Dia penyandang kelainan genetik. Tubuhnya tidak bisa berkembang karena otot dan fisiknya melemah.

         Ternyata di tengah kekurangannya itu, Habibie sukses berkiprah di dunia maya sebagai "netpreneur". Dia sukses menjalankan aktivitas pemasaran secara "online".

         Kisah Habibie di televisi itu kemudian mengubah pandangan Haerul mengenai musibah yang menimpa dirinya.

         "Habibie yang hanya bisa duduk di kursi roda saja bisa sesukses itu, masa saya yang hanya kehilangan satu tangan harus menyerah. Akhirnya saya bertekad menemui Habibie," katanya.

         Dengan laptop dan modem yang dia miliki, Haerul kemudian mencari informasi mengenai Habibie. Akhirnya, dia pun  mendapatkan alamat lengkap Habibie di kawasan Jakarta Selatan.

         "Saya kemudian nekad pergi ke Jakarta untuk menemui Habibie. Karena hanya punya uang Rp76 ribu, saya pergi jalan kaki," ujarnya.

         Dengan uang hanya Rp76 ribu, Haerul hanya bisa makan satu kali sehari dalam perjalanan. Itu pun kadang dia harus berpuasa demi menghemat uang. Untuk beristirahat di malam hari, dia memilih tidur di masjid atau di mana pun, asal gratis.

         "Saya hanya mengandalkan papan petunjuk jalan. Kalau ada yang menunjukkan arah Jakarta ya saya ikuti. Sempat kesasar juga. Seharusnya dari Jember ke Jakarta lewat Yogyakarta, saya malah lewat Semarang," ujarnya.

         Namun, upaya dan kenekadannya ternyata tak sia-sia. Dalam waktu 11 hari, dia berhasil mencapai Jakarta dan menemukan rumah Habibie. Namun, jangan dikira dia datang dengan penampilan rapi. Selama 11 hari berjalan kaki, dia tiba di rumah Habibie dalam kondisi kotor dan kumal.

         "Saat saya mengetuk, pintu dibuka oleh Mbak Nur (pembantu Habibie, Red). Ditanya mau ketemu siapa, saya jawab mau ketemu Mas Habibie," tuturnya.

         Akhirnya, dia pun dipertemukan dengan Habibie. Habibie sendiri saat ditanya tentang pertemuan pertamanya dengan Haerul ternyata masih ingat betul kejadian itu.

         "Tujuh bulan lalu Mas Haerul datang ke rumah saya. Bajunya kumal dan bau," katanya sambil bercanda.

         Habibie sendiri meskipun memiliki kekurangan fisik, ternyata sangat optimistik dan memiliki selera humor yang cukup tinggi. Menurut dia, itulah kunci sukses di balik kekurangannya. "Kelemahan adalah kekuatanku," katanya.

         Setelah mendengar cerita Haerul yang berjalan kaki selama 11 hari dari Jember dan upayanya untuk bunuh diri, Habibie kemudian mengizinkan dia tinggal di rumahnya.

         "Nanti kalau tidak saya izinkan, dia frustrasi, lalu bunuh diri lagi," ujar Habibie, sambil tertawa.

       
Belajar dari Habibie
    Haerul kemudian tinggal bersama Habibie dan belajar mengenai "web developing" dan pemasaran "online". Hanya dalam waktu singkat, Haerul sudah berhasil menguasai ilmu yang dipelajari dari Habibie.

         "Mas Haerul bukan orang yang awam dengan internet. Jadi, dia cepat menguasai," kata Habibie.

         Kini, Haerul sudah bisa mengandalkan ilmunya sendiri untuk hidup mandiri. Dia saat ini menjadi "web developer" untuk tiga perusahaan. Dia pun sudah mampu mengirimkan uang ke orang tuanya di Jember karena penghasilannya cukup tinggi, bahkan ada yang diterima dalam bentuk dolar.

         "Rencananya saya mau indekos. Jadi tidak lagi menumpang di rumah Habibie," kata Haerul.

         Haerul juga mengungkapkan keinginanya untuk melanjutkan pendidikan di universitas setelah mendapatkan ijazah persamaan melalui program kejar paket C.

         "Mudah-mudahan tahun ini saya sudah bisa kuliah," ujarnya.

         Saat ditanya apakah ada yang berubah dengan dirinya saat ini, Haerul menjawab bahwa ternyata kecelakaan yang dialaminya adalah anugerah baginya untuk bisa hidup lebih baik.

         "Dulu itu saya anaknya nakal. Pernah juga pakai narkoba. Tapi sekarang itu semua sudah saya tinggalkan dan saya lebih dekat dengan Tuhan," katanya.

         Dengan keberhasilannya itu, dia berharap para penyandang disabilitas lainnya juga tidak patah semangat menerima kondisi tubuhnya. Apalagi, ada juga orang-orang yang fisiknya normal dan sehat, ternyata memilih menjadi peminta-minta.

         "Saya pernah bertemu pengemis yang masih muda dan badannya sehat di kawasan Cililitan. Sengaja saya beri uang. Memang ada maksudnya supaya dia merasa malu dan sadar masih bisa bekerja dengan tubuh normal. Setelah melihat kondisi saya memang dia terlihat malu," katanya.

         Kisah Haerul, Habibie dan mungkin masih banyak tunadaksa lain yang hidup optimistis dan mandiri seharusnya memberikan inspirasi bagi orang lainnya. Hidup dengan kekurangan saja bisa meraih sukses, apalagi yang dianugerahi tubuh yang lengkap dan sehat.

(Disiarkan Perum LKBN Antara pada 12 Maret 2014 pukul 18:13:30)

Tidak ada komentar: