Selasa, 30 Oktober 2012

MUNGKINKAH FIGUR MUDA TAMPIL SEBAGAI PEMIMPIN NASIONAL?


Oleh Dewanto Samodro

Jakarta, 27/10 (ANTARA) - Dalam sejarah bangsa Indonesia, pemuda dan kelompok cendekiawan muda selalu memiliki peran sebagai motor pergerakan dan perubahan.

Berdirinya organisasi-organisasi pemuda sejak 1908 hingga Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda merupakan bukti kesadaran para pemuda untuk berperan bagi kepentingan nasional.

Agustus 1945, kelompok mudalah yang berhasil mengetahui menyerahnya tentara Jepang kepada sekutu dan mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. 
 
Pun pada era pascakemerdekaan, masih banyak perubahan yang terjadi karena didorong oleh gerakan dari kelompok muda.

Sejumlah figur dari golongan pemuda pun berhasil menunjukkan prestasinya dalam peta politik Indonesia.

Namun, kiprah pemuda dalam perpolitikan nasional saat ini, khususnya dalam perebutan kepemimpinan nasional yang akan terjadi pada 2014, masih belum terlihat.

Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Nanat Fatah Natsir mengatakan pemuda di era saat ini jangan kalah dengan pemuda pada 1928 atau 1945.

"Pemuda jangan hanya diam. Pemuda harus mampu menunjukkan kemampuan, karya , prestasi dan kejujurannya bila ingin bersaing menjadi pemimpin nasional," katanya.

Mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung itu mengatakan ICMI tidak mempermasalahkan faktor usia pada figur-figur yang akan bersaing dalam Pemilihan Presiden 2014.

Hanya saja, menurut dia, perlu ada regenerasi dalam kepemimpinan nasional.

Dia meminta kepada masyarakat Indonesia untuk mendudukan persoalan kepemimpinan nasional secara tepat supaya pembangunan negeri bisa lebih maju.

Tua atau muda, asalkan memiliki pemikiran untuk membawa perubahan yang lebih baik, berpeluang dan patut didukung menjadi pemimpin nasional.

"Yang tua jangan menganggap yang muda tidak punya pengalaman, tetapi yang muda juga jangan menganggap yang tua tidak mampu. Bersaing saja secara sportif, jangan saling menutup kesempatan," tuturnya.

 
Peluang kecil

Sejumlah pihak dan sebagian masyarakat Indonesia secara terbuka memang mengharapkan adanya figur alternatif dari kelompok muda dalam persaingan memperebutkan kepemimpinan nasional pada 2014.

Namun, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh P Daulay mengatakan peluang bagi figur muda untuk bersaing dalam Pemilihan Presiden 2014 relatif kecil.

"Saya rasa sulit karena persyaratan untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2014 adalah didukung 25 persen suara rakyat atau 20 persen suara di parlemen," katanya.

Itu berarti, kata dia, bila figur muda ingin maju sebagai calon presiden, harus didukung atau diusung oleh partai politik besar. Sementara, sejumlah parpol tidak memiliki kader muda yang akan diusung menjadi calon presiden,

Di sisi lain, sejumlah pemimpin parpol dari generasi tua sudah menyatakan diri akan maju sebagai calon presiden. Itu membuat peluang kader-kader muda untuk tampil menjadi semakin sempit.

"Pemimpin-pemimpin partai dari kelompok tua seolah tidak legowo atau ikhlas untuk memberikan panggung bagi kaum muda. Padahal, banyak kader muda yang sebenarnya ingin tampil," katanya.

Kalaupun seandainya ada parpol yang ingin mengusung kader muda sebagai calon presiden, Saleh mengatakan figur itu akan terkendala dengan masalah pendanaan. Sebab, dalam politik Indonesia, uang masih menjadi faktor utama.

"Mayoritas pemilih Indonesia belum terdidik dengan baik sehingga keputusan dalam memilih masih dipengaruhi faktor transaksional atau politik uang,"ujarnya.

Karena itu, figur muda juga akan terkendala dengan pendanaan. Apalagi, hingga saat ini belum ada figur pengusaha muda yang ingin terjun ke politik untuk memperebutkan kepemimpinan nasional.

Kalaupun ada pengusaha muda yang ingin terjun sebagai calon pemimpin nasional, belum tentu dia bersedia menggunakan uangnya sendiri untuk modal politik. Akibatnya, dia akan berusaha menghimpun dana dan ada kesepakatan politik tertentu dengan donaturnya.

Meskipun pemimpin-pemimpin partai politik didominasi tokoh tua, sehingga figur muda sulit tampil, tetapi Saleh mengatakan sebenarnya ada satu partai yang dipimpin sosok muda.

"Satu-satunya partai politik yang saat ini dipimpin oleh figur yang relatif muda adalah Partai Demokrat dengan ketua umumnya Anas Urbaningrum. Namun, isu korupsi yang menerpa membuat dia terperosok," katanya.

Terlepas dari Anas Urbaningrum benar-benar terlibat korupsi atau tidak, menurut Saleh, dia sebenarnya merupakan figur potensial yang bisa diharapkan mewakili kelompok muda dalam kepemimpinan nasional.

Karena itu, dia mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menetapkan status Anas dalam sejumlah kasus korupsi yang disebut-sebut melibatkannya.

"Supaya kalau benar-benar bersalah ya segera dihukum, kalau tidak terbukti bersalah dia bisa mengembalikan nama baiknya. KPK lebih baik tidak menghambat karier politik seseorang," tuturnya.

Saleh mengatakan kasus korupsi yang diduga melibatkan figur-figur muda menyebabkan kepercayaan publik menurun.

Karena itu, timbul pertanyaan di masyarakat, apakah dengan dipimpin figur muda akan lebih baik?

"Ternyata, tua maupun muda sama-sama korupsi. Kalau sudah masuk ke lingkaran kekuasaan, tidak ada bedanya figur tu atau muda," katanya.

Terkait dengan isu korupsi, Koordinator Bidang Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan Indonesia memerlukan kepemimpinan kaum muda yang berkomitmen untuk memerangi korupsi.

"Bila Sumpah Pemuda 1928 para pemuda berkumpul untuk berikrar satu bangsa, tumpah darah dan bahasa, maka saat ini tantangan pemuda adalah ikut mengambil posisi dalam mengatasi permasalahan kebangsaan," katanya.

Abdullah mengatakan salah satu permasalahan krusial bangsa Indonesia saat ini adalah korupsi dan adanya usaha sebagian pihak untuk memperlemah upaya memerangi korupsi.

Karena itu, dia mengatakan ujian kaum muda ke depan adalah tetap konsisten dengan idealismenya dalam memerangi korupsi. Apalagi bila kaum muda sudah ambil bagian dalam politik kekuasaan negeri ini.

"Sebab, banyak figur muda yang sudah terjun ke politik kekuasaan ternyata juga terlibat korupsi. Kaum muda harus menyadari bahwa kekuasaan memang cenderung korup," ucapnya.

Di sisi lain, tutur Abdullah, masyarakat saat ini sudah mulai memahami arti penting dari memilih figur pemimpin yang bersih dan antikorupsi.

Menurut dia, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 merupakan salah satu preseden positif yang menunjukkan bahwa pemilih sudah menganggap figur yang bersih sebagai suatu hal yang penting.

"Pemimpin ke depan harus mampu menyelesaikan segala permasalahan kebangsaan, termasuk korupsi," ujarnya.

Ia mengemukakan, untuk memilih pemimpin nasional tidak perlu ada dikotomi tua-muda. Namun, regenerasi politik tetap perlu dilakukan supaya ada regenerasi kepemimpinan nasional.

"Kaum muda perlu ambil posisi dalam upaya regenerasi politik. Saya pikir masih cukup banyak tokoh berpotensi yang bisa diharapkan untuk regenerasi kepemimpinan nasional yang juga antikorupsi," tukasnya.***1*** (T.D018/B/A025/A025)

Disiarkan Perum LKBN ANTARA pada 27 Oktober 2012 pukul 17:24:18

Tidak ada komentar: