Jumat, 03 Juli 2015

Homophobic, Theophobic dan Perkawinan Sejenis

Setelah hanya memantau dan menahan diri untuk berkomentar di media sosial. Akhirnya saya tergelitik juga untuk menulis sesuatu tentang yang saat ini sedang ramai dibicarakan, yaitu pernikahan sejenis dan LGBT.

Apa yang saya tulis ini adalah pendapat dan sikap pribadi saya. Silakan bila ada yang berpendapat saya tidak open-minded, melanggar HAM atau semacamnya. Yang jelas, saya tidak akan menggunakan dalil-dalil agama ataupun berbicara mengenai azab Allah dan semacamnya. Toh, untuk mereka yang mengaku open-minded, dalil-dalil agama ternyata juga tidak bisa membuka pikiran mereka. Bila mereka menyebut penentang perkawinan sejenis sebagai homophobic, maka mereka saya sebut sebagai theophobic.

Ya, saya bukanlah pendukung perkawinan sejenis. Tapi saya mengakui bahwa kelompok-kelompok yang tergabung dalam LGBT itu ada, dan mereka juga manusia yang memiliki hak.

Tentang perkawinan sejenis yang saat ini sedang ramai dibicarakan, terutama oleh mereka yang ingin melakukan itu dan para pendukungnya, saya hanya ingin katakan silakan perjuangkan pandangan Anda itu. Tapi jangan salahkan kami bila menolak pandangan Anda.

Setidaknya ada beberapa hal yang membuat saya menolak perkawinan sejenis.

Pertama, jelas agama yang saya anut melarang pernikahan sejenis. Oke. Poin pertama yang saya ajukan mungkin akan digugat karena sebelumnya saya mengatakan tidak akan membawa dalil-dalil agama. Tapi yang saya maksud di sini adalah agama sebagai sebuah lembaga dan kepercayaan yang dianut seseorang.

Bila ada sebagian orang yang menganut keyakinan bahwa pernikahan sejenis itu boleh dengan dasar kebebasan, mengapa saya tidak boleh meyakini bahwa pernikahan sejenis itu tidak boleh dengan dasar agama yang saya anut? Kalau saya dilarang mengikuti tata cara agama saya, lalu mana kebebasan yang diagung-agungkan itu? Bertindak semaunya boleh, mengapa bertindak sesuai agama dikecam?

Kedua, apa tujuan kelompok LGBT menikah? Toh tanpa menikah, mereka juga berhubungan dan menikmati hubungan itu. Mengapa menuntut pernikahan secara resmi? Bukankah menikah atau tidak bagi mereka sama saja?

Oke. Sampai di sini, argumentasi saya ini mungkin akan bisa dibantah. Di luar sana, tidak bisa dipungkiri, banyak orang yang berpikiran "bebas" dan bergaul secara bebas tanpa memikirkan ikatan pernikahan. Tapi mengapa kemudian mereka menikah dan boleh menikah?

Karena dari pergaulan mereka itu akan lahir seorang anak yang harus dilindungi secara hukum oleh negara. Karena itu, kelahiran seorang anak dicatat oleh negara, termasuk di dalamnya adalah nama ibu dan bapaknya. Lalu untuk apa pasangan sejenis, yang sudah pasti tidak akan melahirkan seorang anak, menuntut sebuah pernikahan? Tidak ada bedanya bukan?

Ada seorang kawan saya yang berpendapat, bahwa kelompok LGBT dan para pendukungnya, menuntut perkawinan karena mereka ingin keberadaan mereka diakui. Namun, mereka lupa. Bahwa semua pernikahan di dunia ini, dilakukan oleh lembaga agama.

Entah di negara lain, tetapi di Indonesia, negara hanya mencatatkan pernikahan yang dilakukan oleh lembaga agama. Negara hanya mengakomodasi lembaga agama, sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan negara terhadap agama. Dalam membuat aturan yang bersinggungan dengan agama, negara selalu melibatkan kelompok-kelompok agama yang diwakili oleh organisasi keagamaan. Karena itu, meskipun dibentuk sebagai negara yang beragama, Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan agama tertentu.

Yang saya sedikit tergelitik dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat, bagaimana mungkin mereka ikut campur dengan sebuah "ritual" yang selama ini menjadi ranah agama. Bukankah mereka menyatakan diri sebagai negara yang memisahkan negara dengan agama. Apalagi, salah satu kawan saya menyatakan bila di Amerika ada gereja atau pendeta yang tidak mau menikahkan pasangan sejenis, maka akan ditahan. Kok negara malah ikut campur masalah agama?

Karena itu, untuk kaum LGBT dan para pendukungnya, bila benar ingin melegalkan pernikahan sesama jenis, saya sarankan untuk membentuk agama sendiri. Mengapa? Karena pernikahan itu adalah ranah agama. Siapa tahu, agama baru itu nanti diakui oleh negara, sehingga mau tidak mau pernikahan sejenis yang mereka lakukan itu juga akan diakomodasi oleh negara.

Janganlah menuding-nuding dan menghina lembaga agama karena tidak mau mengakomodasi perkawinan sejenis, karena lembaga agama menjalankan nilai-nilai yang dianut. Mungkin memang ada agama yang secara tersurat tidak melarang perkawinan sejenis, tetapi jelas semua agama menikahkan pasangan laki-laki dan perempuan.

Lalu sejauh mana saya mengakui bahwa kelompok LGBT memiliki hak sebagaimana saya sampaikan di atas? Sebagai manusia dan warga negara, saya mengakui bahwa kelompok LGBT memiliki hak yang dijamin oleh Konstitusi dan undang-undang. Mereka berhak untuk bekerja, mendapatkan pendidikan, hidup layak, mendapat KTP, dan lain-lain. Tetapi hak untuk melakukan perkawinan sejenis? Saya rasa tidak!

Tidak ada komentar: